Menyoroti Pengaktifan Pam Swakarsa, Pengamanan atau Alat Kekuasaan?

https://www.profitablecpmrate.com/ki4sf672yj?key=11d19e0ce7111b57c69b1b76cd2593c6

JAKARTA, RB – Rencana pengaktifan Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa (Pam Swakarsa) dilontarkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit menuai sorotan pelbagai pihak. Wacana menghidupkan kembali Pam Swakarsa itu diungkapkan Listyo Sigit saat uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) sebagai calon Kapolri di Komisi III DPR RI, Rabu (20/01).

Sigit mengatakan, Polri akan mengintegrasikan Pam Swakarsa dengan teknologi informasi dan fasilitas yang ada. Supaya Pam Swakarsa bisa tersambung dengan petugas kepolisian yang ada.

“Kita integrasikan dengan perkembangan teknologi informasi dan fasilitas yang ada di Polri sehingga bagaimana Pam Swakarsa ini tersambung dengan petugas kepolisian,” kata Sigit.

Isu pengaktifan Pam Swakarsa ini sebenarnya bukan barang baru. Wacana serupa sebetulnya sudah diaktifkan kembali oleh Kapolri Jenderal Idham Azis. Penghidupan Pam Swakarsa tercantum dalam Peraturan Kapolri Nomor 4 Tahun 2020 yang diterbitkan 5 Agustus 2020.

Berdasarkan dokumen Peraturan Kapolri yang dapat merdeka.com, pada Pasal 1 ayat 1 Peraturan Kapolri tersebut dijelaskan, Pam Swakarsa adalah satu bentuk pengamanan oleh pengemban fungsi kepolisian yang diadakan atas kemauan, kesadaran, kepentingan masyarakat sendiri yang kemudian memperoleh pengukuhan dari Kepolisian.

Adapun tujuan dibentuknya Pam Swakarsa ini berdasarkan Pasal 2, antara lain memenuhi kebutuhan rasa aman dan nyaman di lingkungan perusahaan, kawasan dan/atau permukiman. Sementara untuk tugasnya seperti dijelaskan pada Pasal 3, yakni menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungannya secara swakarsa guna mencegah terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban.

Dalam Peraturan Kapolri ini dijelaskan, Pam Swakarsa yang dimaksud terdiri dari Satpam dan Satkamling. Tetapi pada ayat 3 Pasal 3 dijelaskan pula terdapat Pam Swakarsa yang berasal dari pranata sosial/kearifan lokal. Seperti pecalang di Bali, kelompok sadar keamanan dan ketertiban masyarakat, siswa Bhayangkara dan mahasiswa Bhayangkara. Tetapi tidak dijelaskan lebih rinci terkait Pam Swakarsa yang berasal dari pranata sosial/kearifan lokal tersebut.

Tuai Kontra

Rencana Listyo Sigit ini disorot Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). Organisasi advokasi HAM ini memberikan catatan atas rencana menghidupkan kembali Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa (Pam Swakarsa).

Peneliti KontraS Danu Pratama mengatakan, sejak 2020 lalu pihaknya telah memberikan sikap atas dikeluarkannya Peraturan Polisi Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Pam Swakarsa. Menurut Danu, tiga permasalahan yang mesti ditangani atas Pam Swakarsa adalah adanya potensi konflik horizontal, tindak kekerasan, dan pengerahan atau pun penggunaan wewenang yang tidak selaras dengan aturan hukum. Pengukuhan suatu organisasi sebagai Pam Swakarsa pun dinilai menjadi diskresi yang terlalu besar dari Polri.

“Di peraturan polisinya yang memang diatur secara lengkap soal satpam dan satkamling. Mulai dari mekanisme pengukuhan, wewenang, tugas, dan lainnya. Namun perlu diingat, selain satpam dan satkamling dinyatakan juga bahwa Pam Swakarsa bisa berasal juga dari pranata sosial atau kearifan lokal. Di sini diberi contoh pecalang di Bali, siswa bhayangkara, dan lain sebagainya,” kata Danu saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (21/01).

Dari situ, sambung Danu, yang menjadi masalah adalah tidak adanya suatu kualifikasi ataupun syarat tertentu yang bisa diketahui publik terkait organisasi mana saja yang bisa dijadikan Polri sebagai Pam Swakarsa. Esensinya, Pam Swakarsa merupakan bentuk pengamanan asli masyarakat yang kewenangnya dibatasi oleh lokasi di mana dia dibentuk.

Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel ikut mempertanyakan terkait rencana pengaktifan pasukan pengamanan yang dibentuk mantan Panglima ABRI Jenderal Wiranto pada 1998 tersebut. Menurutnya, pengaktifan kembali Pam Swakarsa haruslah dijelaskan lebih detail.

Dia berpandangan rencana tersebut positif jika Pam Swakarsa bertujuan membangun kelompok-kelompok sadar hukum dan membantu menciptakan keamanan. Namun, kata Reza, Pam Swakarsa bakal kontraproduktif apabila dalam kesehariannya malah memunculkan penilaian publik bahwa Polri menjauh dari unsur-unsur kerja partisipasi dan pendekatan humanis.

Hal senada dikatakan Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh. Politisi PAN ini menilai langkah Polri yang akan membentuk Pengamanan Swakarsa harus belajar dari pengalaman masa lalu sehingga jangan sampai melebihi kewenangannya dan jangan sampai menjadi alat kekuasaan.

Pangeran mengatakan, masyarakat masih dalam situasi yang traumatik terhadap Pam Swakarsa yang pernah ada pada tahun 1998-1999, secara historis memiliki catatan yang kurang baik yaitu terjadinya benturan dengan masyarakat sipil.

Dia menyarankan agar pembinaan dan pengawasan oleh Kepolisian harus benar-benar dilaksanakan dengan baik dan ketat karena ada kekhawatiran Pam Swakarsa yang sebenarnya sudah berjalan di masyarakat, setelah mendapat legitimasi akan bertindak melebihi kewenangan.

Pam Swakarsa Berbeda dengan Tahun 1998 Mabes Polri menjelaskan dasar dari rencana pengaktifan Pam Swakarsa. Polri menyatakan semua komponen yang tergabung dalam Pam Swakarsa saat ini akan terkoordinasi dengan Polri.

Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono mengatakan, Pam Swakarsa itu telah diatur di dalam UU nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, dan diatur oleh Peraturan Kapolri nomor 4 tahun 2020 tentang Pam Swakarsa. Dalam UU Kepolisian Pasal 3 ayat 1 huruf c dikatakan bahwa pengemban fungsi kepolisian adalah Polri yang dibantu oleh kepolisian khusus, kedua penyidik PNS, dan ketiga dibantu oleh bentuk pengamanan swakarsa.

“Jadi ini tentu ini sangat berbeda dengan Pam Swakarsa di tahun 1998 ya,” kata Rusdi saat jumpa pers di Mabes Polri yang disiarkan secara daring, Selasa (26/01).

Sementara itu, Deputi V KSP Jaleswari Pramodawardhani menyambut baik rencana Polri menghidupkan kembali Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa. Dia menilai, Pam Swakarsa penting karena berfungsi untuk memberikan porsi peran bagi masyarakat untuk bersama Polri memaksimalkan upaya menjaga keamanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dia juga mengakui pemerintah masih melihat adanya stereotipe atau memori kolektif yang memiliki dampak sosiologis dari terminologi Pam Swakarsa di masa lalu. Oleh sebab itu, dia meminta masyarakat membedakan agar Pam Swakarsa 1998 dengan yang tertera di UU Kepolisian Negara.

Dia menjelaskan, peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2020 menjabarkan pelaksanaan amanat UU Polri. Dia merinci dimana diatur beberapa aspek terkait Pam Swakarsa mulai dari bentuk satuan pengamanan (satpam), satuan keamanan lingkungan (satkamling), hingga kewajiban perizinan yang dikeluarkan oleh Polri.

“Namun demikian, perlu dipahami bahwa konsep keterlibatan pengamanan swakarsa yang dimaksud kapolri adalah salah satu amanat UU 2/2002 tentang Polri dimana Polri berkewajiban melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis,” kata Jaleswari dalam keterangan tertulis, Kamis (21/01). ***

Related posts

Leave a Comment